Kami membuat blog ini dengan tujuan mendakwahkan dan memperjuangkan islam, agar kita termasuk orang yang bahagia dunia akhirat.
Mendidik
PONTREN AL MAHFUDZIYYAH BALEENDAH: 30 tanda hati yang kotor

Sahabat Alqomah Rajin Ibadah Tapi Durhaka Pada Ibunya
Sahabat Alqomah Rajin Ibadah Tapi Durhaka Pada Ibunya  Alqomah tidak pernah meninggalkan majelis Rasulullah saw. Dia sangat jujur dalam urusan uang dan timbangan. Sayang ia lebih memutuskan hubungan dengan ibunya, karena lebih mengutamakan istrinya. Sewaktu sakit, menjelang ajalnya, para sahabatnya menuntunnya mengucapkan kalimat syahadat, tetapi ia tidak mampu mengucapkannya. Kejadian ini kemudian disampaikan kepada Rasulullah saw. “Ya Rasulullah, Alqomah tidak dapat mengucapkan kalimat syahadat padahal ia sekarang sedang sekarat,” lapor para sahabatnya. Rasulullah saw segera pergi menengok Alqomah, beliau sendiri kemudian menuntun Alqomah mengucapkan kalimat syahadat, namun Alqomah tidak bisa mengucapkannya. Permasalahan Alqomah ini menjadi besar, karena Rasulullah sendiri tidak mampu menuntunnya mengucapkan kalimat tauhid. “Beritahu kami, bagaimana keadaan suamimu dan bagaimana amalnya?” Tanya Rasulullah saw kepada istri Alqomah. “Ya Rasulullah, semua amalnya baik kecuali satu hal,” jawabnya. “Apa itu?” “Demi cintanya kepadaku ia memutuskan hubungannya kepada ibunya.” “Nah, jelaslah sekarang. Itulah yang menyebabkan ia tidak dapat mengucapkan syahadat,“ kata Rasulullah saw. Rasulullah saw kemudian mengutus seorang sahabat untuk menemui ibu Alqomah. “Sampaikan salamku kepadanya dan tanyakan apakah ia mau datang kepadaku atau aku yang datang mengunjunginya.” “Diriku sebagai tebusan beliau, aku lebih berhak mengunjunginya,” jawab ibu Alqomah. “Rasulullah berada di rumah Alqomah,” kata sahabat itu. Ibu Alqomah kemudian pergi ke rumah anknya. “Maafkan anakmu,” pinta Rasulullah saw kepada sang ibu. “Tidak ya Rasulullah, aku tidak bisa memaafkannya. Luka hatiku ini terlalu dalam. Tiap malam aku tidak bisa tidur nyenyak karena rasa marah yang bergejolak di dadaku. Sementara, ia tidur nyenyak di samping istrinya. Tidak, aku tidak bisa memaafkannya,” kata sang ibu. Rasulullah membujuk ibu ini agar mau meridhoi anaknya, tetapi tidak berhasil. Beliau kemudian menemukan siasat. “Kumpulkanlah kayu,” perintah Rasulullah kepada para sahabtanya. Tak berapa lama, terkumpullah kayu dalam jumlah besar. Beliau kemudian memerintahkan untuk membakar timbunan kayu itu. Melihat api yang menjilat-jilat, sang ibu bertanya, ”Ya Rasulullah, apa yang hendak kamu perbuat dengan api itu?” “Kami akan melemparkan Alqomah ke dalamnya.” “Anakku, buah hatiku akan kamu bakar?” jerit ibu Alqomah. “Jika kamu tidak bisa memaafkan, Allah akan membakarnya dengan api akhirat yang jauh lebih dahsyat dan besar.” Menyadari hal ini, sang ibu akhirnya berkata, “Ya Rasulullah, aku maafkan dia.” Rasulullah saw kemudian berkata kepada para sahabatnya, “Tengoklah Alqomah! Bagaimana keadaanya?” Mereka segera bergegas ke dalam rumah Alqomah. Dan dari balik dinding, mereka mendengar Alqomah mengucapkan kalimat Syahadat

30 tanda hati yang kotor
30 tanda hati menjadi kotor
30 tanda hati menjadi kotor, yaitu:
1. Gelisah, walau tidak ada masalah.
2. Selalu berbangga dengan diri sendiri.
3. Angkuh serta sombong juga memandang hina orang lain.
4. Tidak amanah dan sering ingkar janji.
5. Selalu mencari aib orang lain dan menyebarkannya.
6. Suka mengupat dan membuka rahasia orang lain.
7. Senang melihat orang lain susah.
8. Suka menyakiti orang lain.
9. Lidahnya tajam.
10. Berlagak alim di hadapan manusia agar dipuji.
11. Menyampaikan ilmu dengan sifat ria.
12. Menganggap dirinya lebih hebat dari orang lain.
13. Shalat tidak khusyu'
14. Mencintai dunia melebihi akhirat.
15. Matrealistis.
16. Pendendam.
17. Mementingkan diri sendiri dalam segala hal.
18. Berpura-pura dan munafik.
19. Tamak, loba, kikir, dan perhitungan.
20. Nafsu dan syahwat yang tidak bisa dikendalikan.
21. Mudah berprasangka buruk kepada orang lain.
22. Selalu mengeluh serta tidak ridha dengan suratan takdir.
23. Berpakaian mewah supaya dipuji.
24. Durhaka terhadap orang tua dan guru.
25. Manis di depan busuk di belakang.
26. Suka memijak dan merendahkan orang lain dengan kekuasaan.
27. Membesarkan masalah yang kecil.
28. Menjual agama untuk kepentingan dunia.
29. Ujub, yaitu kagum pada diri sendiri.
30. Suka bergosip.
Sesungguhnya dalam jasad anak adam itu ada segumpal daging, apabila daging itu baik maka baiklah seluruh tubuhnya, apabila daging itu rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, ia adalah hati.
Nurul Safitri Nibong

BAHAYA] Sebab dan Akibat Mencela Para Ulama
BAHAYA] Sebab dan Akibat Mencela Para Ulama
agama, Break, Telaah
UMDAH--Akhir-akhir ini kita dikejutkan dengan bermunculannya orang-orang yang mencela dan mencaci ulama. Mereka terdiri dari berbagai golongan, yang terbanyak adalah kaum yang mendakwakan dirinya sebagai pemurni agama dan mujahidin akhir zaman. Tidak jelas bagaimana yang mereka maksudkan dengan membela agama sementara mencaci para ulamanya. Terlebih sangat sulit dipahami bila mereka menamakan dirinya mujahidin tapi yang menjadi targetnya adalah para ulama, pewaris ambiya.
Terlepas dari apa maksud dan tujuan mencaci ulama, inilah beberapa akibat dari menghina ulama:
1. Menghina ulama akan menyebabkan rusaknya agama
Berkata Al-Imam Ath-Thahawi –rahimahullah- : “Ulama salaf dari kalangan ulama terdahulu, demikian pula para tabi’in, harus disebut dengan kebaikan. Maka siapa yang menyebut mereka dengan selain kebaikan maka dia berada di atas kesesatan”
Berkata Al-Imam Ibnul Mubarak –rahimahullah- : “Siapa yang melecehkan ulama, akan hilang akhiratnya. Siapa yang melecehkan umara’ (pemerintah), akan hilang dunianya. Siapa yang melecehkan teman-temannya, akan hilang kehormatannya.” Dan mencela ulama termasuk diantara dosa-dosa besar.
2. Orang yang menghina ulama sama artinya dia mengumumkan perang kepada Allah.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits tentang wali Allah yang diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari -rahimahullah- dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ : مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ – …رواه البخاري
Dari Abu Hurairah ”Sesungguhnya Allah ta’ala telah berfirman: ‘Barang siapa memusuhi wali-Ku, maka sesungguhnya Aku menyatakan perang terhadapnya… [HR. Al Bukhari]
Dan para ulama, mereka adalah termasuk wali-wali Allah.
3. Orang yang menghina ulama sengaja mencampakkan dirinya untuk terkena do’a dari seorang alim yang terzhalimi
Hal ini sebagaimana kisah salah seorang Shahabat yang bernama Sa’ad bin Abi Waqqash –radhiyallahu ‘anhu- dan beliau termasuk salah seorang dari 10 Shahabat yang dijamin dengan Surga.
4. Orang yang mencibir para ulama maka ia akan dijerumuskan kepada apa yang ia tuduhkan kepada ulama itu.
Berkata Ibrahim An-Nakha-i –rahimahullah- “Aku mendapati dalam jiwaku keinginan untuk membicarakan aib seseorang; akan tetapi yang mencegahku dari membicarakannya adalah aku khawatir jika aib orang itu ternyata menimpa diriku”
5. Orang yang merasa lezat dengan meng-ghibah para ulama maka ia akan diberikan su-ul khatimah (akhir kehidupan yang jelek), Na'uzubillah!
Al-Qadhi Az-Zubaidi, ketika dia meninggal dunia lisannya berubah menjadi hitam, hal ini dikarenakan dia suka mencibir Al-Imam An-Nawawi
6. Daging para ulama itu beracun
Berkata Imam Ahmad bin Hanbal –rahimahullah- : “Daging para ulama itu beracun. Siapa yang menciumnya maka ia akan sakit. Siapa yang memakannya maka ia akan mati.”
7. Mencela ulama merupakan sebab terbesar bagi seseorang untuk terhalangi daripada mengambil faidah dari ilmu para ulama.
Berkata Al-Imam Hasan Al-Bashri –rahimahullah- : “Dunia itu seluruhnya gelap, kecuali majelis-majelisnya para ulama.”
8. Dengan dicelanya ulama akan mengakibatkan ulama dijauhkan dari medan dakwah
Sebagaimana hal ini datang dari kalanganharakah (orang-orang pergerakan), mereka memisahkan antara ulama dengan da’i. Mereka menyangka –dengan persangkaan mereka yang bathil- bahwa ulama itu hanya bisa duduk di kursi dan menyampaikan ilmu, akan tetapi mereka tidak memahami realita(fiqhul waqi’). Sedangkan yang memahamiwaqi’ adalah para da’i yang terjun langsung ke medan dakwah. Sehingga para ulama itu tidak bisa dijadikan rujukan dalam menghadapi peristiwa-peristiwa kekinian, dan yang dijadikan rujukan adalah orang-orang yang mereka anggap sebagai da’i.
Sebab-sebab seseorang mencela ulama
1. Belajar sendiri (otodidak) atau hanya berguru kepada kitab tanpa mau duduk di majlis para ulama
Diantara dampak buruk dari otodidak adalah :
Orang ini akan mengukur dengan keadaan dirinya sendiri, sehingga dengan mudahnya dia memandang dirinya sebagai orang alimOrang ini akan kehilangan suri tauladan dalam adab dan akhlaqDahulu para salaf melarang orang yang belajar secara otodidak untuk berfatwa.
Al-Imam Asy-Syafi’i –rahimahullah- berkata : “Siapa yang bertafaqquh dari perut-perut kitab, maka ia akan menyia-nyiakan hukum.” Kemudian beliau bersya’ir :
Siapa yang mengambil ilmu langsung dari guru, maka dia akan terhindar dari kesesatan
Siapa yang mengambil ilmu dari buku-buku, maka ilmunya di sisi para ulama seperti tidak ada
2. Terlalu tergesa-gesa untuk menjadi da’i sebelum menghasilkan batasan paling rendah dari ilmu dengan alasan untuk berdakwah
Termasuk aib, jika seorang yang memposisikan dirinya sebagai da’i /Ustadz dan dia mengajar ke sana dan ke sini akan tetapi dia tidak bisa berbahasa arab.
Umar bin Khaththab –radhiyallohu ‘anhu- : Bertafaqquhlah kalian sebelum kalian diangkat menjadi pemimpin.
Imam Asy-Syathibi –rahimahullah- berkata : Orang yang masih rendah ilmunya dan memposisikan dirinya sebagai ulama maka ia akan terluput dari kebaikan yang sangat banyak.
Dan mengambil ilmu dari orang-orang yang rendah ilmunya akan menjadikan orang-orang awam menyangka bahwa orang itu adalah ulama. Sehingga memalingkan mereka dari ulama yang sesungguhnya.
3. Sifat sok tahu
Orang yang sok tahu dan merasa pintar, maka engkau akan dapati mereka adalah orang-orang yang dangkal ilmunya akan tetapi memposisikan diri mereka seperti ulama, maka mereka itu akan ditimpa oleh penyakit ujub (bangga kepada dirinya sendiri).
Berkata Mu’awiyah bin Abi Sufyan –radhiyallahu ‘anhuma- : Orang yang paling tertipu adalah orang para qari’ (pembaca al-qur’an) akan tetapi ia tidak faham apa yang terkandung di dalamnya. Kemudian dia mengajar anak-anak dan wanita , yang dengan itu dia merasa besar kemudian berani mendebat para ulama.
4. Terpengaruh oleh kebebasan berpendapat gaya barat. Sehingga menganggap setiap orang boleh berbicara tentang agama menurut akal mereka walaupun tanpa ilmu.
Sebagaimana hal ini banyak kita lihat dan saksikan pada zaman kita ini. Di mana orang yang paling awam tentang agama berbicara dengan sebebas-bebasnya tentang agama ini, mengatakan seenaknya tentang kitab Allah dan Sunnah NabiNya.
Disebutkan dalam hadits, tentang tahun-tahun yang menipu dan munculnya para ruwaibidhah:
5. Fanatik Hizbi/Fanatik Golongan
Kebanyakan orang yang suka mencaci ulama adalah karena tidak memahami arti suatu perbedaan dan cenderung fanatik kepada kelompoknya sehingga dengan gampang menyalahkan kelompok lain. Kaum seperti ini telah ada bahkan semenjak Rasulullah SAW dan sahabat ra.
6. Tidak adanya ketelitian dalam menukil dan menyampaikan khabar tentang ulama
Beberapa adab yang harus diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu terhadap para ulama. Diantaranya:
1. Ketahuilah bahwa ulama itu seperti bintang, dan salah satu fungsi bintang adalah sebagai penunjuk jalan.
Kita menjadikan ulama sebagai penunjuk jalan kita kepada kebenaran dalam memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jika kebenaran telah jelas dihadapan kita maka tidak boleh kita berpaling dari kebenaran itu dengan beralasan pada perkataan siapapun. Karena perkataan ulama yang menyelisihi dalil maka perkataan tersebut tertolak dan tidak dianggap. Meskipun demikian kita tetap menghormati mereka sebagai ulama dan memaklumi kekeliruan mereka.
Dikatakan, bahwa wafatnya para ulama adalah sebuah lubang yang tidak dapat ditambal, ibarat sebuah bintang yang jatuh.
2. Ulama adalah manusia biasa yang tidak ma’shum, terkadang benar dan terkadang salah.
Ini adalah madzhab ahlussunnah wal jama’ah, tidak seperti orang-orang syi’ah yang mengatakan bahwa para imam mereka adalah ma’shum.
3. Menghargai pendapat mereka, dengan tidak mengambil pendapat mereka yang salah atau keliru dan tanpa mengurangi rasa hormat kepada mereka. Karena kesalahan mereka jika dibandingkan dengan kebaikan yang telah mereka perbuat maka kesalahan itu tidak ada apa-apanya.
4. Menjaga kehormatan ulama, dengan tidak menyebutkan tentang mereka kecuali dengan kebaikan dan berusaha menutupi aib mereka.
---
عن أبي الدرداء قال: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: وَ إِنَّ اْلعُلَمَاءَ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ وَ إِنَّ اْلأَنْبِيَاءَلَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَارًا وَ لاَ دِرْهَمًا وَ إِنَّمَا وَرَّثُوْا اْلعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Dari Abu ad-Darda’ berkata, aku pernah mendengar Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Dan sesungghnya para ulama itu adalah pewaris para nabi. Dan sesungguhnya para nabi itu tidak mewariskan uang dinar dan tidak juga dirham. Mereka itu hanya mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mengambilnya maka ia telah mengambil peruntungan yang sangat banyak”. [HR Abu Dawud: 3641, 3642, at-Turmudziy: 2683, Ibnu Majah: 223, Ahmad: V/ 196 dan Ibnu Hibban]
إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ اْلعُلَمَاءُ
“Yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya itu hanyalah ulama”. [QS Fathir/ 35: 28].
Itulah diantara sebab dan akibat dari suka mencela ulama. Semoga kita terjauh dari perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri di dunia dan akhirat. Dan semoga kita termasuk orang yang mencintai ulama.

Bagaimana Hukum Memberi Gelar "Sunan" Kepada Kafir?
Bagaimana Hukum Memberi Gelar "Sunan" Kepada Kafir?
Umdah.Co- Ada pertanyaan, bagaimana hukumnya memberi gelar Sunan, kepada orang kafir? Jawabannya, memberi gelar kehormatan dari sudut syara’ seperti gelar Haji, Kiai, dan apalagi Sunan, suatu gelar yang hanya dipersembahkan kepada para ulama penyebar Islam di Tanah Jawa, kepada orang kafir adalah haram. Para ulama fuqaha berkata:
يُعَزَّرُ مَنْ وَافَقَ الْكُفَّارَ فِيْ أَعْيَادِهِمْ، وَمَنْ يُمْسِكُ الْحَيَّةَ، وَيَدْخُلُ النَّارَ وَمَنْ قَالَ لِذِمِّيٍّ: يَا حَاجُّ
Harus dita’zir (diberi sanksi hukum) orang yang menyesuaikan dirinya dengan orang-orang kafir dalam hari raya mereka, orang yang memegang ular dan masuk ke dalam api, dan orang yang berkata kepada kafir dzimmi, “Wahai Pak Haji.” Lihat, al-Dumairi dalam al-Najm al-Wahhab fi Syarh al-Minhaj juz 9 hlm 244; Hasyiyah al-Jamal juz 5 hlm 164; Hasiyah al-Bujairimi ‘ala al-Khathib juz 4 hlm 179; Hasyiyah al-Qalyubi wa ‘Amirah juz 4 hlm 206; Asna al-Mathalib juz 4 hlm 162; Mughni al-Muhtaj juz 5 hlm 526; dan Hawasyi al-Syarwani juz 9 hlm 181.
Sebagaimana dimaklumi, gelar Sunan hanya diberikan kepada para ulama penyebar Islam di Tanah Jawa. Orang yang menyandang gelar Sunan sudah pasti layak menyandang jabatan di atas Rais Aam PBNU. Memberikan gelar Sunan kepada orang kafir, jelas penghinaan kepada para sunan penyebar Islam di Indonesia dan penghinaan terhadap agamanya sendiri. Itupun kalau orang kafir yang diberikan gelar adalah kafir dzimmi. Apalagi kalau yang diberikan gelar tersebut adalah justru seorang kafir harbi. Wallahu a’lam.
K.H Muhammad Idrus Ramli

Ulama Senior Mesir: Wahabi Penyebab Kekacauan Dalam Islam
Ulama Senior Mesir: Wahabi Penyebab Kekacauan Dalam Islam
Break, Internasional, Wahabi
Ulama Senior Mesir: Wahabi Penyebab Kekacauan Dalam Islam.
Umdah.Co- Syeikh Ahmad Karimah, Seorang ulama senior al-Azhar Mesir, mengatakan agama yang dipromosikan dan dibawa oleh kelompok Salafi adalah Wahabisme.
Seperti dilaporkan IRNA, Ahad (4/9/2016), Syeikh Ahmad Karimah menjelaskan bahwa Salafi telah menyebabkan penyebaran kekacauan di masyarakat dengan menciptakan bid'ah di semua bidang.
"Salafi mendorong penyebaran kekufuran serta merusak dan mencoreng setiap bidang yang digelutinya," ujar Syeikh Karimah.
Ia menegaskan bahwa agama Salafi adalah sebuah agama baru yang berasal dari Muhammad bin Abdul Wahhab, pendiri kelompok Wahabi dan agama mereka tidak mencerminkan Islam orisinil Nabi Muhammad Saw.

Definisi Mukjizat dan Perbedaannya Dengan Temuan Modern
Definisi Mukjizat dan Perbedaannya Dengan Temuan Modern
Al-Imam Ibrahim bin Muhammad al-Bajuri rahimahullah berkata:
اَلْمُعْجِزَةُ هِيَ اْلأُمُوْرُ الْخَارِقَةٌ لِلْعَادَةِ الظَّاهِرَةُ عَلَى يَدِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَوَاءٌ كَانَتْ مَقْرُوْنَةً بِالتَّحَدِّيْ أَمْ لاَ
Mukjizat adalah peristiwa yang bersifat supranatural (keluar dari hukum alam) yang terjadi pada Nabi saw, baik bersamaan dengan tantangan atau tidak. (Tuhfah al-Murid Syarh Jauharah al-Tauhid, hlm 229).
Belakangan ini banyak orang yang sangat kagum terhadap temuan-temuan modern di dunia Barat dan lupa jika mukjizat lebih hebat dari temuan tersebut. Ini merupakan asumsi yang sangat sulit diterima akal yang jernih, karena antara mukjizat memiliki banyak perbedaan dengan temuan modern seperti pesawat terbang, internet, televisi dan lainnya. Dari definisi di atas, dapat dipahami beberapa perbedaan mukjizat dengan temuan ilmiah:
Pertama, mukjizat adalah peristiwa yang bersifat supranatural atau keluar dari hukum alam, sedangkan temuan ilmiah dan teknologi modern masih bersifat natural atau dalam lingkup hukum alam. Mukjizat tidak dapat terjadi kepada semua orang, akan tetapi khusus kepada para nabi atau sebagian wali sebagai karamah. Sedangkan temuan ilmiah dapat ditiru oleh siapapun yang mempunyai kemauan, karena sifatnya masih natural dan alamiah.
Ilustrasi
Kedua, mukjizat sebagai peristiwa luar biasa yang keluar dari batas hukum alam, tentu terjadi secara spontan dan bukan hasil usaha. Sementara temuan ilmiah modern adalah hasil usaha, eksperimen dan penelitian yang memakan waktu tidak sebentar. Mengapa demikian, karena mukjizat identik dengan kenabian yang memang tidak dapat dicapai dengan usaha, akan tetapi murni anugerah dari Allah.
Ketiga, mukjizat hanya terjadi pada seorang nabi, yaitu orang-orang diberi syariaat (agama) sebagai perantara antara umat dan Allah swt, keistimewaan dan anugerah sekian banyak sifat kepribadian yang luar biasa, baik lahir maupun batin. Sementara temuan ilmiah modern dapat dilakukan oleh siapa saja dan bahkan bisa dilakukan oleh orang yang kemampuan otaknya tidak begitu istimewa.
Keempat, Mukjizat kadang terjadi ketika seorang nabi menghadapi tantangan dari kaumnya yang tidak beriman, sebagai bukti kenabiannya. Kadang terjadi tanpa ada tantangan, sebagai pemantapan terhadap keimanan kaumnya. Sementara temuan ilmiah tidak demikian adanya. Seseorang tidak akan mantap bahwa si penemu sebagai wali atau nabi karena temuannya, karena masih bisa ditiru oleh orang lain.
Kesimpulannya, membandingkan temuan ilmiah modern dengan mukjizat para nabi tidak proporsional, apalagi berasumsi bahwa temuan ilmiah modern melebihi mukjizat. Yang benar, mukjizat dibandingkan dengan sesama mukjizatnya, dan hal ini dapat menjadi bukti kelebihan seorang nabi atas nabi yang lain. Wallahu a’lam.
Kunjungi website

Kasih sayang ibu lebih besar daripada ayah
ROKOK ROTAMA
<a href="https://www.gardukita.com/reff/Ahmadsobari"><img src="https://www.gardukita.com/img/banner/160x600.gif...
-
Artikel Bahasa Sunda Tentang Agama "Kewajiban Berdo'a Kepada Allah" Replies: 0 By: Kustian Artikel bahasa sunda tentang...
-
PENYAKIT HATI DAN OBATNYA Replies: 0 By: penk syahid Hati bisa sakit sebagaimana halnya tubuh. Hal itu disebabkan ada unsur-unsur dan...
-
ARMINAREKA BEKASI Biro Perjalanan Umrah & Haji Plus Beranda ▼ Rabu, 25 September 2013 Nampi Panganten Versi 1 NAMPIKEUN PANGANTEN...